09 November 2019

Diskriminasi Fisik itu masih ada!

source
Assalamualaikum….
Alhamdulillah akhirnya bisa nulis blog lagi. Makasih banget loh udah mau mampir ke blog ini. Jangan bosen-bosen ya duhai para pembaca setia Blog kuh yang budiman.

Kali ini aku mau curcol dikit. Eh agak banyak ding. Sebenarnya mau ditulis di instagram, tapi kepanjangan. Ku ingat punya blog yang sudah bersarang laba-laba ini. Boleh kali ya sekali-kali nyampah di blog sendiri. Hihihi

Jadi ceritanya didalam 2 minggu ini sekolah tempat aku mengajar sedang membuka lowongan tes guru. Hampir tiap hari ada aja guru baru yang datang untuk di tes gitu. Kenapa nggak dikumpulin dalam satu hari? Ya karena begitulah sistem perekrutan guru di sekolahku. Di tes one by one. Kebetulan Yayasan a.k.a pemilik sekolah mempercayakan perekrutan kepada kepala sekolah dan aku. Kepala sekolah mengamanahkan aku untuk ngetes micro teaching para calon guru. Jadilah kami HRD ala-ala :D

Capek?

Banget! Apalagi kalau udah banyak yang di tes, ditontonin ngajar berjam-jam. Tapi nggak ada yang layak dijadikan guru (menurut pihak Yayasan). Ada yang belum pengalaman, ada yang nggak menguasai materi dan fokus ke buku teks, ada yang nggak sopan, ada yang udah bagus perfecto banget, eh pas wawancara malah gagal karena gaji nggak sesuai ekspectasi dia.  Ujung-ujungnya aku harus buka lagi tumpukan map lamaran yang menggunung dan mulai dari awal. Huft. Tapi kali ini aku nggak mau cerita soal jadi HRD di sekolah. Mungkin lain kali akan ku ceritakan gimana seru dan uniknya para calon guru, atau mungkin tips menghadapi tes calon guru di sekolah swasta. Tungguin aja.

Yang mau aku ceritakan kali ini adalah salah satu calon guru yang aku tes tadi. Mudah-mudahan ini nggak ghibah ya. Lagian aku nggak nyebutin nama. Dan teman-teman guru disekolah juga nggak tau siapa orang yang aku ceritakan disini karena nggak sempat ketemu. Hanya aku, Kepala Sekolah dan 1 guru lain yang mengantarkan dia ke kelas lokasi tes. Nggak usah penasaran dengan profilenya, coba ambil hikmahnya aja.


Jadi… orang yang aku tes kali ini penampilannya  meyakinkan banget. Wajah oke,  Pake kacamata, pakaian sopan. Jilbab standar. Atribut yang dipakainya, dari tas, baju dan sepatu, aku lihat cukup berkelas (nggak tau kelas berapa). Di dalam hatiku sendiri kayak udah yakin gitu. Semoga kali ini jodoh. Soalnya udah capek cuy, ngetes mulu tapi belum nemu yang sesuai.

Waktu dia datang, anak-anak masih sholat dhuha. So, dia punya waktu dong buat tarik napas sebelum ketemu anak-anak. Tapi nyatanya, pas ketemu anak-anak. Tetap aja dia ngos-ngosan dan tanda-tanda grogi mulai terbaca. Aku menunggunya dengan sabar di bangku paling belakang.

Karena ia terlihat bingung, ku sodorkan padanya buku Bahasa Indonesia. Materi “Membaca Memindai”. Ia membaca materi sejenak (sedangkan anak-anak udah pada ribut dibelakang). Tapi kemudian ia minta ganti pelajaran. Okay… ku sodorkan buku IPA. Ia sendiri yang memilih materi fotosintesis. Aku kembali duduk di bangku belakang sambil menonton seorang guru yang sedang membaca teks di buku. Anak-anak saling pandang. Aku tersenyum maklum dan mempersilahkan ia menghabiskan time shownya yang 20 menit itu. Nothing happen, kecuali anak-anak yang asik mengobrol dan guru yang sibuk membaca buku teks di depan. Inginku rasanya tepuk jidat.

Keluar dari ruang tes, aku sempatkan bertanya. Ternyata walaupun sudah lulus sarjana dari 7 tahun yang lalu. Ia sama sekali belum pernah mengajar. Setelah berhasil wisuda, langsung menikah dan punya anak. Hingga pudarlah ilmu keguruannya. Setidaknya walaupun ia payah dalam mengajar. Dia sudah lebih sukses dariku dalam membangun keluarga.

So, the point is, don’t judge a book by it’s cover. Jangan cuma liat orang dari penampilannya. Si ibu calon guru ini emang kalo dari penampilan ketce sih… tapi kemampuannya NIHIL. (sadis banget ya gue).

Beda dari guru yang tes sebelumnya. Tampilannya emang nggak terlalu necis, tapi cara ngajarnya bisa aku acungi jempol. Sayangnya dia nggak keterima. Kenak di wawancara dengan yayasan (padahal aku udah naik-naikin dia didepan yayasan).

Inti postingan ini sebenarnya aku mau mengajak kalian untuk lebih open minded dengan orang-orang dengan penampilan dibawah rata-rata atau bisa dikatakan jelek (sadis part 2). Misalnya kelebihan berat badan, terlalu kurus, mukanya jelek, kulit gelap dan banyak lagi. Karena aku sadar banget di lingkungan kita kadang masih ada aja yang mendiskriminasi orang-orang yang kurang cantik/tampan.

CONTOHNYA AKU.
Iya aku.

Aku sih ngerasa banget ya, aku tu emang kurang cantik dan kadang aku kebagian diskriminasi juga. Misalnya nih ya, waktu belanja ke sebuah toko sepatu mahal. tapi Pelayannya nggak datengin aku terus nanya mau cari apa,  butuh nomor berapa, kayak yang dia lakukan ke orang lain. Mungkin muka ku kurang meyakinkan bisa beli sepatu disitu. Ingin rasanya ku beli toko sekalian pramuniaganya. (kalo boleh beli pake daun)

Bukan Cuma itu sih, itu Cuma hal kecil yang paling juga dianggap sepela. “Alah, lu aja yang terlalu perasa.” Nope!

Waktu di sekolah, aku cukup senang belajar matematika. Sampai guru mtk ku menyarankan untuk mengambil jurusan pendidikan matematika di kampus. Yang berujung mengecewakan beliau. (untung aja nggak jadi ya Allah. Kalau jadi aku kuliah di jurusan matematika, mungkin sampai sekarang belum lulus). Suatu kali guru MTK idolaku itu melahirkan dan digantikan oleh seorang guru muda yang tampan.. bersama guru baru ini, nilai MTK ku masih bagus seperti sebelumnya. Tapi suatu saat, seperti biasa, dalam memecahkan soal guru mengundang siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Dengan semangat aku mencoba mengerjakan dan mengajukan diri untuk menyelesaikannya di papan tulis. Tapi berkali-kali tunjuk tangan, tak digubris. Malah memanggil nama temanku yang lain, yang mana dia belum selesai memecahkan soal itu. Dan itu terjadi berkali-kali. Sampai suatu ketika aku bolos dari pelajarannya, saking muaknya dicuekin terus. Mungkin karena belau masih muda, tergoda dengan anak umur 17an yang ranum-ranum. Apalagi dikelasku terkenal banyak cewek cantik. Yang bermuka standar mana masuk perhatian. dari dia aku belajar, untuk tidak melihat murid-muridku dari fisiknya.

Alah…. lebay banget sih, Sa!

No… kalian yang belum pernah merasakan nggak bakal tau gimana rasanya didiskriminasi. Kalau nggak ada pengotakan cantik-jelek. Skin care, salon, pemutih, pelangsing, nggak bakal laku. Semua orang ingin terlihat cantik karena jadi jelek itu NGGAK ENAK.

So, please guys. Hargai setiap orang. Mau jelek, mau cakep. Semua ciptaan Allah. Tuhan YME. Sekian. #TurunDariPodium 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setelah baca tapi nggak ninggalin komentar itu sayang banget. ayo dong dikomen. penulis ingin tau reaksi pembaca.. makasih buat yang udah komen :)