01 Juli 2015

Sauasana Puasa di Papua

Hallooww…. Sobat blogger tercintah.. pembaca setia blog gaje ini. maaf udah lama banget nggak di isi. Karena alasan yang nggak bisa di pungkiri. Malas.. malas.. malas… dari pada aku nyari-nyari alasan lain mending gue jujur aja deh. Muehehe…

Gimana nih kabarnya? Lagi pada puasa dong ya… sama dong, aku juga lagi puasa. Bedanya kalian mungkin ada di rumah, berbuka dan sahur bersama orang tua dan keluarga. Sedangkan aku berbuka dan sahur bersama temn seperjuangan, mungkin kalian sholat taraweh ke masjid. Sedangkan aku sholat taraweh di rumah. karena masjid jauh dan kemanan yang nggak menjamin kami bisa melangkah ke masjid. Aku certain dikit deh ya suasana puasa disini…

Kalau dirumah mungkin bisa rame-rame ke Masjid, nenteng mukena dan sejadah sekalian tepe-tepe sama pemuda kampung, Sedangkan disini masjid jauh sekali dan tidak semua distrik (kecamatan) ada masjidnya. Kalaupun nekat ke masjid, di jalan pulang nggak ada yang bisa menjami keselamatan kita karena di jalan selalu ada anak-anak asli papua yang mabuk-mabukan. Ngaak jarang mereka membawa senjata tajam. Kecuali kalau kamu mau “berinfaq” setiap lewat seratus ribu.. karena mereka selalu malakin yang lewat.




Ba’da sahur mungkin disana jalan-jalan di penuhi dengan anak-anak muda bersarung dan berkopiah yang asbuh setelah selesai sholat subuh di Masjid. Disini jangan harap mau asbuh, ada juga di palakin sama yang mabuk di pinggir jalan. Subuh adalah the best time mereka mabuk-mabukan dan akan bubar ketika matahari bersinar. Kalau tetap mau nekat asbuh sih… siapin aja uang 50-100rb buat “sedekah” sama para pemabuk. Kalo aku sih ogahh…

Siang hari mungkin kalian bisa santai jalan kemana-mana tanpa harus tergoda karena semua warung makanan tutup sampai sore. Sedangkan di Papua, karena Muslim adalah minoritas, tidak ada perintah untuk menutup kios selama bulan ramadhan. Pasar, rumah makan, warung-warung kecil, semua beroperasi seperti biasanya. Enaknya, buat yang “libur” puasa bisa cari makan di luar. Hihihi..

Rumah makan tetap buka dan bau harum ayam goring masi tetap tercium di siang hari. Awalnya sedkit aneh ketika di bulan puasa melihat orang inum es cendol di tepi jalan, melihat mama-mama Papua yang mengunyah pinang, warung makan melayani pelanggan dengan bebas. Tapi lama-lama terbiasa juga. Sadar diri disini muslim adalah minoritas.


Sorenya ketika kalian disana bisa ngabuburit nyari menu berbuka, disini mah mau cari dimana, lembah yang d kelilingi gunung. Warung aja nggak ada. Kecuali kalo tinggal d Kota Wamena. Ada spot tempat menjual menu berbuka. Dan semuanya serba mahal. Cendol aja Rp. 15.000 cyinn… di pekanbaru mah cendol Rp. 5.000 doang. Mending bikin menu berbuka di rumah aja deh…


Dengan semua keterbatasan, kami (aku dan teman2 SM3T) mencoba membuat suasana Ramadhan disni sama seperti dirumah. Menu berbuka pertama kami masak rendang daging ala urang Minang. Jadi hari pertama itu kami heboh banget belanja di kota. Beli daging dan menu berbuka untuk seminggu. Soalnya posko sogokmo (Aan, Muti, Aidi dan Darwin) di amanahkan untuk menjaga rumah guru yang biasa kami panggil Mem ola. Mem Ola sekeluarga pulang kampung ke Manado. Dirumah ini ada kulkas yang bisa menyimpan bahan-bahan makanan kami dan juga yang terpenting ada WIFI, karena rumahnya berada dalam lingkungan asrama SMA Advent. Karena ada wifi inilah yang membuat aku tertarik dan memutuskan untuk menghabiskan ramadhan di rumah ini. Lagian homemate ku si Hotma juga nggak ada dirumah. Doski lagi liburan ke Jayapura. Jadilah aku numpang puasaan di Sogokmo ini bersama Muti, Aan, Darwin risma, I am dan dua orang anak Papua. Sedangkan Aidi tinggal di Megapura bersama 7 orang teman SM3T lainnya.


Kembali ke suasana puasa tadi. Selain heboh masak rendang daging yang lamanya minta ampun itu, kami juga bikin cemilan kayak dadar gulung dan Puding. Alhamdulillah sampai berbuka hari ke 15, selalu banyak makanan enak dan menu berbuka, jadi terasa seperti dirumah.


Selain masak-masak, kami juga sholat taraweh dirumah. Darwin yang jadi imamnya. Kami berjamah di ruang tengah rumah mem Ola. Si Paru dan Sita yang anak Papua asli itu jadi penonton. kami memboikot atung, foto dan sejenisnya yang berbau Yesus. Hehe.. untuk sementara rumah ini di jadikan tempat ibadah muslim. Maaf ya Sir Yodie.


Sekali seminggu kami turun ke kota, aku dan Muti ikut pengajian dan kursus bahasa arab yang di Taja BSMI jayawijaya (Bulan Sabit Merah Indonesia), sedangkan teman-teman lainnya pergi pergi berbelanja kebutuhan logistic untuk seminggu ke depan karena menunya enak –enak dan mewah terus, nggak jarang buat belanja kebutuhan 3 hari doang mengabiskan satu juta. Semangga aja yang beratnya 4kg harganya 100ribu. Mehong abis cyinn…


Gitu deh suasana puasa di Papua. walaupun minoritas, tapi dengan berkumpul dengan teman-teman sesama muslim bisa menguatkan. Gimana puasa kalian? Share ya di kolom komentar.





Darwin kalo lagi nungguin detik-detik berbuka begini gayanya. mantengin meja makan





belive or not. semangka ini harganya 100rb. wamena keras bro


Buka Puasa di Rumah Sir Youdie

1 komentar:

  1. suka banget dengan cerita dan pengalaman Risah mengikuti SM3T di Papua, salam buat teman-teman yang mengikuti SM3T dan teman-teman Papua disana ya. Semangat Risah :D

    BalasHapus

setelah baca tapi nggak ninggalin komentar itu sayang banget. ayo dong dikomen. penulis ingin tau reaksi pembaca.. makasih buat yang udah komen :)